Sabtu, 20 November 2010

BOOK REVIEW


 STUDI HUKUM ISLAM KONTEMPORER 
Mata Kuliah: Fiqh Kontemporer
Diampu oleh: Prof. Dr. Syamsul Anwar, MA

PENDAHULUAN
            Buku Studi Hukum Islam Kontemporer karya Prof. Dr. H. Syamsul Anwar, MA. Mengemukakan kajian para ahli Hukum Islam kontemporer  mengenai beberapa masalah yang muncul dan menjadi pertanyaan bagi banyak orang. Pembahasan dalam buku ini dikelompokkan dalam empat bagian.
            Bagian pertama membahas tentang Pelaksanaan Syari’ah. Profesionalisme dan Good Governance. Ketiga pokok bahasa ini banyak dibicarakan didalam masyarakat dan dalam buku ini disoroti dari perspektif Hukum Islam.
            Bagian kedua membahas tentang beberapa aspek Hukum Ekonomi dan Muamalat Islam Kontemporer antara alin Zakat Profesi, Murabaha, Perdagangan Berjangka dan Dana Pensiun.
            Bagian ketiga membahas  tentang aspek medis yan penting yaitu Euthanasia dan Donasi Darah, yang kesemuanya memerlukan penjelasan bagaimana pandangan syariah tentang hal itu, dan juga membahas tentang hukum Seni Patung Seni Lukis dan Relief.
            Bagian keempat membahas tentang kegiatan fatwa sebagai suatu institusi interpretasi Hukum Islam yang cukup mempunyai pengaruh dalam perkembangan dan perubahan hukkum Islam. Dalam kaitan ini dibahas  fatwa dalam Hukum Islam dan fatwa sebagi instrument dinamisasi kehidupan sosial.
  
PEMBAHASAN
BAGIAN PERTAMA
PELAKSANAAN SYARIAH,PROFESIONALISME DAN GOOD GOVERNANCE
BAB 1
PELAKSANAAN SYARIAH KONTEKS INDONESIA
DAN KONTRIBUSI PENDIDIKAN
        A. Arti Penting Syariah
Berbicara mengenai arti penting syariah perlu kita ketahui bahwa sendi dan fundasi syariah adalah hikmah dan kemaslahatan manusia dan akhirat.oleh karena itu syariah yang merupakan keadilan ilahi kepada segenap hambanya,rahmat Allah kepada sekalian makhlik ciptaannya, pelindungnya diatas bumi serta kebijakannya yang menunjukkan kebenaran Rasulnya harus benar-benar terjaga dari berbagai penyimpangan.
Disisi lain syariah juga merupakan sinar ilahi menerangi manusia sehingga bisa melihat petunjuk yang dipedomani dan obat penyembuh yang membasmi segala penyakit dan jalan lurus yang apabila seorang menepatinya ia akan senantiasa berada pada jalan yang benar karena syariah adalah sumber kehidupan, nutrisi, obat, cahaya, penyembuh, perlindungan dan sumber kebaikan dalam seluruh eksistensi yang menjdi misi Rasulullah diutus untuk mencapai kemenangan dan kebahagiaan didunia dan akhirat.
B.     Pelaksanaan Syariah Dan Kontribusi Lembaga Pendidikan Tinggi Syariah
Dalam arti luas,syariah ada yang dapat dilaksanakan oleh individu tanpa bantuan Negara atau masyarakat dan ada pula yang pelaksanaannya memerlukan bantuan masyarakat, walaupun tidak perlu bantuan kekuasaan Negara, serta ada pula yang tidak mungkin dilaksanakan tanpa campur tangan Negara.
Dalam konteks Indonesia, pelaksanaan syariah agama bagi pemeluk masing-masing agama,termasuk pelaksanaan syariat Islam bagi umat Islam yang dijamin oleh undang-undang dasar 1945 pasal 29 (1). Atas dasar itulah, maka kaidah-kaidah syariah yang bersifat individual pelaksanaannya tidak perlu dengan campur tangan Negara.hal ini di karenakan alas an agar ada suatu tingkat ruang kebebasan individu yang tetap dapat terjaga dan tidak terobos oleh jangkauan campur tangan kekuasaan Negara.dengan demikian hanya kaidah-kaidah syariah yang pelaksanaannya memerlukan bantuan kekuasaan Negara saja yang dilaksanakan atas campur tangan Negara

BAB II
PROFESIONALISME DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
A.    Pengertian Profesionalisme
Profesionalismen memiliki pengertian melakukan sesuatu sebagai pekerjaan pokok, sebagai “profesi” dan bukan sebagai pengisi waktu luang atau lobi belaka.
Profesi barasal dari bahasa yunani, yaitu Probhanio yang artinya menyatakan secara publik. Sedangkan dari bahasa latin, Profesio, yang digunakan untuk menunjukkan pernyataan publik yang dibuat oleh seseorang yang bermaksud, menduduki suatu jabatan publik.
            Profesi memiliki beberapa ciri diantaranya;
1.      Didasarkan pada pengetahuan dan keahlian yang tidak dimiliki oleh orang lain.
2.      Diperlukan pendidikan / pelatihan yang lama untuk mendapatkan keahlian tersebut.
3.      Pekerjaan yang dilakukan didasarkan pada teori dan teknik intelektual untuk memecahkan persoalan yang dihadapi
4.      Adanya kode etik.
5.      Adanya organisasi yang mengawasi / mengontrol.
6.      Adanya otomi untuk membuat keputusan-keputusan pada bidang kerja tertentu.
7.      Adanya aturan,perizinan,sserta syarat-syarat untuk masuk kedalam profesi tersebut.
8.      Komitmen pada kerja dank lien untuk menerima pelayanan dan profesi yang bersangkutan.
9.      Pengguanaan yang bertanggung jawab dari profesi tersebut.
10.  Mempunyai prestisme dan sekaligus penghasilan yang tinggi

B.     Profesionalisme Perspektif Syari’ah
Dalam Islam diajrakan bahwa suatu pekerjaan itu harus dilaksanakan berdasarkan beberapa asas syariah sebagai berikut:
1.      Didasarkan pada pengetahuan (Q.S.17:36)
2.      Didaasarkan pada keahlian (seperti dalam hadis Nabi “apabila dalam suatu urusan diserahkan pada yang bukan ahlinya maka tunggualah saat kehancurannya “(H.R Al.Bukhari).
3.      Berorentasi pada mutu dan hasil yang baik (Q.S 67:2).
4.      Pekerjaan yang diawasi oleh Allah,Rasul dan masyarakat sehingga harus tanggung jawab (Q.S 9:105)
5.      Pekerjaan yang dilakukan dengan semangat dan dedikasi kerja yang tinggi
6.      Mendapatkan imbalan atas pekerjaan itu (Q.S 53:31)
7.      Seorang professional harus memiliki komitmen dan akhlaqul karimah (amanah,jujur dan tabliq)

 
BAB III
GOOD GOVERNANCE DALAM PENYELANGGARAAN
BIROKRASI PUBLIC DI INDONESIA
A.    Pengertian Good Governance
Good governance diterjemahkan sebagai tata kelola pemerintahan yang baik. Good governance yang dimaksudkan untuk perbaikan dan perluasan terhadap konsep pemerintahan (government) yang tidak memadai.
Good governance (secara luas) dapat diartikan mencakup seluruh pengelola baik yang dilakukan oleh pemerintah, instansi atau organisasi swasta yang berkaitan dengan pelayanan umum.
B.     Orientasi Good Governance
Dalam istilah, hal ini diatur dalam Q.S 11:61 dan 22:41 yang merumuskan good governance (perspektif syari’ah) sebagai penggunaan otoritas  untuk mengelola pembangunan yang berorentasi pada:
       1.                  Penciptaan suasana yang konduktif.
       2.                  Penciptaan kemakmuran dan kesejahteraan ekonomi
       3.                  Penciptaan stabilitas politik dan keamanan
Kriteria good governance perspektif syari’ah:
1.                  Syura’(musyawarah), artinya harus melibatkan masyarakat  luas (Q.S.3:159).
      1.                  Efisiensi dalam penyelanggaraan kepentingan public kepentingan sendiri
      2.                  Keadilan (Q.S 5:8).
      3.                  Tanggung jawab (Q.S 9:128).
5.                  Responsive / kemampuan untuk mengenali kebutuhan masyarakat,menyusun  agenda prioritas pelayanan yang dibutuhkan masyarakat (Q.S 9:105).
    1.                  Akuntabilitas dan transparansi (Q.S 59:8 dan Q.S 9:3-4)
    2.                  Adanya visi yang jelas.

BAGIAN KEDUA
HUKUM EKONOMI DAN MUAMALAT KONTEMPORER
BAB IV
ZAKAT PROFESI
A.    Pengertian Zakat Profesi
Zakat profesi dapat diartikan sebagai zakat hasil pekerjaan terikat dan pekerjaan bebas:
a.          Zakat hasil pekerjaan terikat: zakat hasil melakukan pekerjaan fisik,intelek,namun gabung kedua-duanya utnuk pihak lain baik suatu badan atau perorangan dan dari pekerjaan itu seorang mendapat gaji atau upah.contoh: pegawai,karyawan,buruh.
b.         Zakat pekerjaan bebaas : zakat  penghasilan dari melakukan pekerjaan itu dilakukan secara mandiri dan tidak untuk orang lain.contoh : pengacara,konsultan,psikologi,dll.
Dalam UUD No.38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat profesi disebut zakat hasil pendapatan dan jasa.
a.          Zakat profesi adalah zakat atas penghasilan yang diperoleh dari melakukan pekerjaan profesi.dalam fiqh kontemporer,zakat profesi termasuk dalam zakat kasbal-amal wu al-minan al-hurroj (zakat pendapatan dan jasa)
b.         Nisab dan kadar dari zakat profesi setara dengan nisab dan kadar zakat anmuqd(mata uang emas)yaitu 85 gram dari emas murni (2,5 % zakatnya)
c.          Zakat profesi apabila dikeluarkan ketika saat menerima pendapatan apabila muzakki tidak mempunyai harta lain sejenisnya,apabila mempunyai harta lain sejenis dapat digabungkan bersama harta lain sejenis itu pembayarannya,bilaman  tidak dikhawatirkan dibelanjakan,apabila khawatir  dipaki,maka dikeluarkan zakatnya saat menerima.
d.         Pendapatan yang tidak mencapai nisab pada saat diterima dapat digabungkan dengan penerimaan berikutnya dalam tahun zakat bersangkutan.
e.          Zakat pendapatan kauta dan jasa ni dalam kualifikasi termasuk ke dalam kategori zakat harta mustafat karena itu tidak berlaku hasil terhadapnya.
B.     Syarat-Syarat Zakat
a.       Hak milik sempurna
b.      Produktif dan berkembang
c.       Mencapai nisab
d.      Kelebihan dan kebutuhan pokok
e.       Telah berlalu waktu saat tahun hijrah (haul)

BAB V
WAKAF DALAM PERSPEKTIF HUKUM
DAN SEJARAH ISLAM
A.    Pengertian Wakaf
Wakaf dari bahasa arab, Al-wakif, yang berarti menahan dna menghentikan.
Wakaf diartikan / sinonim Al-habus (jama’: Al-habas) sebagai sesuatu yang ditahan / ditentukan, maksudnya karena pemiliknya dari benda yng diwakafkan menahan / menghentikan haknya untuk bertindak Hukum terhadap benda tersebut,guna mendominasikan hasilnya dijalan Allah.
            Ilmu UU No.41 tahun 2004 tentang perwakafan yaitu perbuatan Hukum wakif untu memisahkan dan menyerahkan sebagian harta miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau unuk jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan kepentingan gunakeperluan atau kesejahteraan umum menurut syariah.
B.     Rukun Wakaf
1.                  Wakif
2.                  Benda yang diwakafkan
3.                  Ikrar (penyataan) wakaf
C.    Tujuan wakaf
Tujuan wakaf ditentukan / diterapkan oleh wakif dalam ikrar wakaf.

BAB VI
BUNGA DAN RIBA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
A.    Bentuk Riba Jahiliyah
Riba yang dikenal diparktikan oleh masyarakat arab adalah system mengkreditkan (meminjamkan) uang dirham atau dinar untuk jangka waktu tertentu, dengan tambahan atas jumlah yang dipinjamkan sesuai dengan kesepakatan mereka;sedangkan menurut Ibnu Rusyd yaitu riba jahiliyah yang dilarang bentuknya adalah bahwa mereka member pinjaman dengan tambahan dan member penangguhan.
Menurut Ar-Razi’ yaitu;
a.                   Riba bunga pinjaman yang dipungut setiap bulan sementara pokok modalnya dibiarkan tetap pada debitur selama masa pinjaman
b.                  Bila hutang telah jatuh tempo debitur ditagih dan jika tidak dapat melunasi bunganya ditambah sebagai imbalan penanguhan.
Sehingga dalam penjabaran di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
a.                   Adalah riba yang berbentuk bunga pinjaman yang dibayar setiap bulannya
b.                  Riba sebagai bentuk bunga keterlambatan pengembalian (denda)
B.     Larangan Riba Dalam Sumber – Sumber Syari’ah
1.      Larangan Dalam Al-Quran
a.          Tahap I (Q.S. Ar – Ruum 30:39).merupakan surah Makiyyah,ayat / surah I yang menyinggng tentang riba.
b.         Tahap II (Q.S.An-Nisa 160:161).riba dahulunya diharamkan khusus untuk orang yahudi.
c.          Tahap III (Q.S.Al-Imron:130).pelarang riba yang praktiknya dilakukan secara berlipat ganda.
d.         Tahap IV (Q.S. Al-Baqarah: 275-280)
2.      Larangan Dalam Sunnah Nabi
a.          Hadis yang mengharamkan riba secara umum dan memandang sebagai dosa besar
b.         Hadis yang memaknai riba dalam pengertian segala perbuatan haram (riba dalam arti kiasan)
c.          Hadis yang melarang riba jahiliyah
d.         Hadis yang melarang riba jual beli (riba khafi)
C.    Riba Dalam Pandangan Ahli-Ahli Hukum
1.      Pengertian Riba
a.          Secara leksikal riba adalah pertambahan membesar,menjadi lebih banyak tumbuh,berkembang atau naik
b.         Riba dari kata kerja bentuk lampau artinya bertambah dan berkembang.
c.          Raba al-mal artinya harta yang bertambah atau berkembang
d.         Ar-rabiah artinya bukti (bagian dari tanah yang meninggi atau menggunduli,meninggi naik ke atas)
Secara terminologi diartikan dalam dua konsep:
a.          Konsep kata benda
Yaitu tambahan atau kelebihan yang diperoleh salah satu pihak dalam piutang,serta kelebihan dalam tukar menukar benda rabawi dalam akad jual beli.
b.         Konsep kata kerja
Yaitu perbuatan melakukan penambahan atas jumlah yang dibayarkan dalam hutang piutang / peminjaman atau memberikan kelebihan suatau jumlah yang tidak ada imbalannya dalam tukar menukar  benda rabawi.
2.      Macam-Macam Riba
a.       Riba hutang piutang (riba ad –dyy) dikenal dengan riba kredit(riba al-qord),riba jahiliyah,riba nasiyyah atau riba al-quran secara tegas diharamkan dalam al-quran.
b.      Riba jual beli(riba al-buy),pelarangan melalui sunnah nabi.dibedakan menjadi:
a.       Riba kelebihan (riba al-fadli)
b.      Riba penanggulan (riba an-nasa)

BAB VII
TANTANGAN PENGEMBANGAN HUKUM ISLAM INDONESIA
DALAM KONTEKS PERKEMBANGAN EKONOMI SYARIAH
A.          Arti Penting Hukum Islam
Faktor yang menyebabkan terjadinya dorongan perkembangan Hukum Islam dibidang hukum muamalat:
1.      Lainnya institusi keuangan syariah yang didasarkan pada ketentuan –ketentuan perikatan dan muamalat Islam
2.      Semakin berkembangnya bisnis umat Islam dan berbarengan dengan itu muncul keinginan untuk melaraskan bisnis sebagai fenomena modern dengan ketentuan agama / Hukum Islam yang orisinil.
B. Peluang Perkembangan Hukum Mua’malat
            Lahirnya UU No. 3 tahun 2006 tentang perubahan atas UU No. 7 tahun 1989 lebih mempertegas kebutuhan pengembangan hukum muamalat baik aspek material maupun formil.
            Dalam penjelasan pasal 49 huruf I menegaskan bahwa yang dimaksud dengan “Ekonomi Syari’ah” adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari’ah antara lain meliputi :
1.      Bank Syari’ah
2.      Lembaga keuangan mikro syari’ah
3.      Asuransi syari’ah
4.      Reasuransi syari’ah
5.      Oblisasai syari’ah
6.      Reksa dana syari’ah
7.      Obligasi syari’ah dan surat berharga berjangka menengah syari’ah
8.      Sekuritas syari’ah
9.      Pembiayaan syari’ah
10.  Pegadaian syari’ah
11.  Dana pensiun lembaga keuangan syari’ah
12.  Bisnis syari’ah

C. Kelemahan dan Strategi Pengembangan Hukum Muamalat
1.      Otonomisme
            Dimaksudkan bahwa kajian-kajian muamalat lebih didominasi oleh pola-pola pendekatan kasus di mana bila timbul sesuatu masalah dilakukan kajian dari kajian mengenai tersebut guna penetapan hukumnya.
            Dengan otomisme ini hukum muamalat hanya dianggap sebagai suatu kumpulan hukum konkret yang hanya berupa halal, haram, makruh, mubah atau sunnah yang dikaitkan dengan kasus tertentu.
2.      Isolasionalisme
            Maksudnya bahwa hukum Islam ditulis dengan bahasa dan kerangkanya sendiri yang tidak bersentuhan dengan kerangka dan bahasa hukum positif dikalangan ahli-ahli hukum. Alasannya para ahli hukum sulit mempelajari hukum Islam sehingga dengan demikian hukum muamalat Islam tetap tertinggal, terisolasi dan terkurung dalam kandangnya.
3.                Kurangnya Dunia Empiris
            Maksudnya, perlu dikembangkan pendekatan terpadu atau pendekatan sul generiskom empiris. Model dari penbdekatan ini antara lain:
a.       Model lovay safi, merupakan pemaduan antara analisis tekstual dan analisis sosial
b.      Model az-Zarqo’, yaitu membedakan pernyataan syari’ah (wahyu al-Qur’an dan hadits nabi) dan pernyataan ekonomi kedalam dua kategori, yaitu pernyataan normative (perspektif) dan pernyataan deskriptif (positif).

BAB VIII
MURABAHAH SEBAGAI LANDASAN
PRODUK BANK SYARI’AH
  1. Pengertian Murabahah Sebagai Jual Beli
1.      Menurut ahli hukum Islam: jual beli berdasarkan harga pokok dengan tambahan keuntungan
2.         Murabahah sebagai bagian dari jual beli
3.      Jual beli adalah tukar nenukar barang bernilai dengan barang yang bernilai lainnya dengan maksud memindahkan kepemilikan (mubaddalah al-mal mutaqowim bi al-mal al-mutaqowin tamlikan wa tamalukan)
4.      Pertukaran ini bisa berbentuk barang dengan barang (muqoyyadah/barter) atau pertukaran barang dengan uang cal-bai’al-mutlaq dan jual beli (secara umum), maupun uang dengan uang yang disebut dengan a-arf jual beli mata uang ketiga, jenis jual beli itu dilihat dari segi benda yang dipertukarkan.
5.      Bila dilihat dari segi diketahui atau tudak diketahuinya, modal yang dikeluarkan penjual untuk mendapatkan barang yang dijualnya.
a.       Musawwamah yaitu jual beli yang lazim dilakukan sehari-hari tanpa kita mengetahui berapa modal yang dikeluarkan oleh penjual.
b.      Amanah yaitu jual beli di mana penjual menginformasikan kepada pembeli berapa besarnya modal dengan jujur dan transparan. Ini dibedakan menjadi:
a.       Jual beli murabahah
b.      Jual beli di bawah modal
c.       Jual beli kembali modal
d.      Jual beli penyekutuan.
  1. Rukun Dan Syarat Murabahah
Rukun Akad
a.       Para pihak
b.      Pernyataan atau kehendak
c.       Objek akad
d.      Tujuan akad
            Syarat Akad
a.       Harga pokok(modal perolehan) barang diketahui
b.      Keuntungan yang diberikan disepakati para pihak
c.       Modal atau biaya perolehan
d.      Imbalan atas komoditi bila berupa uang, harus merupakan benda bercontoh (missil) tidak boleh barang benda tidak bercontoh.

 
BAB IX
SAKSI TERHADAP DEBITUR PENGEMPLANG DALAM HUKUM
PRESFEKTIF HUKUM ISLAM DAN PRAKTIKNYA
PADA LEMBAGA KEUANGAN SYARI’AH
            Penunda-nundaan pembayaran hutang oleh orang yang mampu adalah suatu kezaliman, karena menghalalkan pencercaan nama baiknya dan pengenaan hukum.
1.      Para ulama sepakat bahwa sanksi terhadap pengemplang hutang yang mampu adalah kurungan dan tidak ada hukuman yang lain.
2.      adapun mengenai pengenaan denda perdana murni (Pengganti kerugian) tidak seorangpun dari ulama klasik yang membenarkannya karen itu dipandang sebagai riba yang diharamkan.
 Pendapat az-Zarqo’: dibolehkan membebankan ganti rugi (perda) kepada nasabah nakal yang mampu dalam rangka mengatasi kerugian kredittur, pertimbangannya adalah sebagaimana kerugian akibat pengemplangan dapat diatasi, karena disisi lain debitur juga tidak boleh merugikan kreditur.
Az-Zarqo’ berpendapat ada kesamaan antara pengemplangan dan ghosob, yaitu: sama-sama mengakibatkan kerugian bagi pemilik hak karena ia tidak dapat menikmati manfaat haknya selama ghosob atau penundaan pembayaran.
Dapat diperlakukan hukum ghosob dengan alasan:
a.       Pengemplangan adalah kezaliman
b.      Piutang adalah termasuk dalam zimmah(tanggung jawab).
Cara menentukan denda melalui 2 cara yaitu:
a.       Melalui kesepakatan
b.      Melalui putusan pengadilan.
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional mengenai:
Dibolehkannya mengenakan denda kepada nasabah yang mampu yang menunda-nunda pembayaran hutangnya.
Fatwah tentang nasabah pengemplangan dari DSN meliputi:
Ketentuan umum:
   Sanksi diperlakukan oleh nasabah yang mampu membayar tapi menunda-nunda pembayaran dengan sengaja
Nasabah yang tidak / belum mampu membayar karena force majeur tidak boleh dikenakan sanksi .
Nasabah yang mampu dan menunda-nunda membayar serta tidak ada I’tikad baik boleh dikenakan sanksi.
a.             Sanksi berdasarkan denagn prinsip ta’zir
b.            Sanksi dapat berupa sejumlah uang yang jumlahnya disepakati saat akad ditandatangani.


BAB X
KONTRAK BERJANGKA KOMODITI DALAM PERSPEKTIF
HUKUM BISNIS KONTEMPORER
            Perdagangan berjangka komoditif adalah “segala sesuatu yang berkaitan dengan penyerahan kemudian berdasarkan kontrak berjangka dan opsi atas kontrak berjangka”. Kegiatan kontrak transaksi berjangka hanya dapat diselenggarakan di Bursa Berjangka yang telah mendapat izin usaha dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPETI).
            Pengertian komoditi yaitu barang dagnag yang menjadi sumber kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa berjangka. Pasal 3 menegaskan bahwa komoditi yang menjadi subyek kontrak berjangka ditetapkan dengan keputusan Presiden. Pengertian kontrak berjangka yaitu suatu kontrak yang memberikan hak kepada pembeli untuk membeli atau menjual kontrak berjangka atas komoditi tertentu pada tingkat harga, jumlah, dan jangka waktu tertentu yang telah ditetapkan terlebih dahulu dengan membayar sejumlah premi.

BAB XI
DANA PENSIUN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
Pemerintah telah mengundangkan undang-undang:
1.      Undang-undang No. 11 tahun 19923 tentang Dana Pensiun.
2.Undan-undang No. 76 tahun 1976 tentang Dana Pensiun Pemberi Kerja, dan
3.PP No. 77 tahun 1992 tentang Dana Pensiun Lembaga.
            Dalam UU No. 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun, dijelaskan bahwa Dana Pensiun adalah “Badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat bagi peserta”. Kekayaan Dana Pensiun adalah kekayaan yang bersumber kepada iuran pemberi kerja, iuran peserta, hasil investasi dan pengalihan dari Dana Pensiun lain. Kekayan tersebut ditujuakn untuk memberikan manfaat pensiun kepada peserta pada saat mereka mencapai usia pensiun atau kepada yang berhak pada saat peserta meninggal sebelum mencapai usia pensiun.
            Ada beberapa fungsi dalam program Dana pensiun, yaitu:
1.      Asuransi
2.      Sebagai tabungan
3.      Sebagai pensiun
Ada dua jenis kelembagaan pension, yaitu:
1.      Dana Pensiun Pemberi Kerja(DPPK)
2.      Dana Pensiun lembaga Keuangan (DPLK)
Ada tiga jenis program pensiun menuru Undang-Undang Dana Pensiun (No. 11 tahun 1999), yaitu
1.      Program iuran pensiun pasti
2.      Program pensiun manfaat pasti
3.      Program pensiun berdasarkan keuntungan


BAB XII
BUDAYA KONSUMERISME DAN MASA DEPAN UMAT DALAM
PERSPEKTIF SYARI’AT ISLAM
A.    Pengertian “komsumerisme”
            Pengertian “Kosumerisme” dalam bajasa ingris dikatakan “comsumerism is campaigning for the protection of consumers interests “ (komsumerisme adalah gerakan untuk melindungi kepentingan-kepentingan para konsumen).
            Definisi lain konsumerisme adalah gerakan/paham untuk melindungi para konsumen dari produk-produk yang merugikan mereka dan menuntut perlakuan adil bagi mereka dalam menghadapi pengusaha-pengusaha juga pengusaha sehubungan dengan produk yang mereka lancarkan.
B.     Fase Perkembangan Kapitalisme
            Dalam cara globalisasi saat ini, perkembangan kapitalisme telah mengalami 4 face perkembangan yaitu:
1.      Masa penemuan dan penaklukan yang ditandai dengan merkantilisme dan akumulasi primitive.
2.      masa revolusi industri dalam mana terjadi kemunculan bojuis dan terbentuknya Negara Bangsa.
3.      Munculnya corporate capitalism dan perusahaan industri keuangan serta timbulnya konflik-konflik antar imperialis yang berujung pada Perang Dunia 1 dan dengan revolusi Boishevik sebagai upaya menciptakan suatu sistem alternatife dan cara produk.
4.      Era globalisasi yang secara teknologi ditandai dengan era informasi dan secara politik dengan runtuhnya sistem Sosialis.
C.    Sistem Kapitalis
Menurut arief Budiman, didasari empat dasar pokok, yaitu:
1.      Ajaran matrealisme yang memacu orang untuk mengejar kekayaan materi yang kemudian menjadi ukuran dalam menilai orang.
2.      Filsafat individualisme yang mengharuskan orang memperjuangkan diminta sendiri terlebih dulu.
3.      pengakuan terhadap hak miik mutlak atas kekayaan.
4.      Adanya pasar bebas yang merupakan area orang berkompetensi untuk mengumpulkan kekayaan.


BAGIAN KETIGA
HUKUM MEDIS DAN SENI
BAB XIII
EUTHANASIA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
A.    Pengertian Euthanasia
            Kata euthanasia dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata, yaitu era yang berarti baik, thanatos yang berarti kematian. Secara harafiah, euthanasia berarti kematian ynag menyenangkan dan tanpa penderitaan. Kemudian diperluas diartikan sebagai “mengakhiri hidup manusia secara tanpa sakit dengan tujuan menghentikan penderitaan fisik yang berat dan sebagai cara menangani korban-korban yang mengalami, sakit yang tidak dapat disembuhkan lagi”.
B.     Macam-Macam Euthanasia
Euthanasia dapat dibedakan menjadi beberapa macam yaitu:
1.      Euthanasia aktif (mercy kelling), yaitu suatu tindak sengaja untuk menewaskan pasien yang dilakukan secara terarah dan langsung. Euthanasia ini meliputi:
a.       Voluntary, adalah euthanasia atas kemauan atau permintaan sendiri.
b.      Involuntary, yaitu euthanasia tidak atas kemauan pasien/atas pertimbangan dokter sendiri.
2.      Euthanasia pasif yaitu memperingan kematian dengan tidak melakukan/dengan menghentikan tindakan-tindakan yang dapat memperpanjang hidup, atau tidak melakukan/menghentikan tetap yang berlangsung dan yang ternyata tidak bermanfaat lagi dalam memperpanjang hidup pasien serta tidak professional dengan beban yang ditimbulkan.
3.      Euthanasia tidak langsung (inderekte euthanasia), yaitu memberikan suatu obat untuk meringankan sakit tapi di sisi lain secara tidak dikehendaki berakibat memperpendek pasien.

BAB IV
DONASI DARAH DALAM PERSPEKTIF HULUM ISLAM
            Segi-segi hukum darah dalam agama Islam antara lain meliputi hukum makan dan minum, darah adalah haram, oleh sebab itu untuk menjawab pertanyaan ini, para ahli hukum Islam (fuqoha) berbeda pendapat dan terdapat dua ijtihad fiqih:
1.      sebagian besar(jumhur) ahli hukum Islam mengatakan bahwa darah adalah najis.
2.      sebagian ulama berpendapatan bahwa darah selain darah haid tidak dianggap najis dengan alasan:
a.       Berpegang kepada prinsip bahwa segala sesuatu pada asasnya adalah suci selama tidak ada dalil yang tegas menyatakan kenajisannya.
b.      Bahwa sesuatu itu diharamkan memakannya bukan berarti dia najis, meskipun setiap yang najis adalah haram dimakan.


BAB XV
HUKUM SENI PATUNG, SENI LUKIS, DAN SENI RELIEF DALAM
ISLAM
            Dari keseluruhan ayat al-Qur’an dan hadits Nabi yang berkaitan dengan gambar, baik yang timbul maupun tidak, seta patung dan pendapat-pendapat para ulama mengenai masalah tersebut dapat dicatat hal-hal sebagai berikut:
a.       Dalam al-Qur’an tidak terdapat ayat dengan tegas mengecam patung sebagai karya seni
b.      Patung sebagian karya seni  yang tidak terkait kepada paham keberhalaan dan praktek penyembahannya tidak dikecam dalam al-Qur’an seperti halnya patung-patung milik nabi Sulaiman.
c.       Keharaman membuat patung dan makhluk bernyawa berdasarkan kepada hadits-hadits Nabi yang mengatakan bahwa para pembuat patung dan lukisan makhluk bernyawa tersebut akan mendapat siksa yang berat diakhir dan di dunia rumah-rumah mereka tidak dimasuki oleh malaikat.
d.      Illat (causa legis) dari larangan tersebut menurut para ulama itu adalah peniruan ciptaan Allah dan as-Sabuni menambahkan Karena adanya kaitan dengan syirik.
Para ulama berpendapat bahwa patung dan lukisan makhluk bernyawa haram hukumnya, namun tidak tertutup kemungkinan untuk melakukan ijtihad baru dan dipertimbangkan sebagai berikut:
Masalah seni patung dan gambar ini dapat dikategorikan sebagai masalah hukum ma’qul-lul-ma’na, yaitu masalah hukum syar’i yang logika hukumnya dapat dipahami melalui penalaran rasional.
a.       Larangan pembuatan patung dan makhluk hidup ini dapat dilihat dalam konteks perjuangan nabi Muhammad memberantas ajaran penyembahan berhala dan menegakkan ajaran tauhid yang murni.
b.      Di zaman modern pembuatan patung dan makhluk bernyawa bukanlah untuk disembah sebagaimana tidak ada umat Islam yang menyembah patung.
c.       Dalam al-Qur’an kecaman patung adalah karena dipuja dan diyakini penjelma Tuhan.
Di antara umat Islam telah terdapat fatwa yang menetapkan bahwa hukuman gambar itu berlaku menurut illatny, yaitu:
a.       Untuk disembah haram hukumnya berdasarkan nash.
b.      Untuk sarana pengajaran hukumnya mubah.
a.       Untuk perhiasan bila tidak mendatangkan fitnah mubah hukumnya dan bila dikhawatirkan membawa maksiat makruh hukumnya dan bila membawa kepada syirik haram hukumnya


BAGIAN KEEMPAT
FATWA,HUKUM ISLAM, DAN DINAMISASI MASYARAKAT
BAB XVI
FATWA DALAM ISLAM
Fatwa menandai keunikan hukum Islam sebagai suatu sistem hukum. Ini memiliki idua institusi interpretasi hukum yang berbeda, yaitu:
  1. Tentang peradilan (al-qada) yang interpretasinya terhadap hukum syari’ah bersifat formal serta mengikat dan pejabatnya qodi (hakim) selalu melakukan aparat Negara.
  2. Tentang ifta’ yang intepretasinya hukum yang bersifat non formal dan tidak mengikat (persuasife).
Fatwa menandai hubungan syari’ah (hukum Islam) dan dunia konkret manusia dan menjadi titik temu (meeting point) antara hukum dan kenyataan. Fatwa merupakan jenbatan antara cita ideal syari’ah di satu pihak dan realitas konkret masyarakat dan pihak lain. Problem keprihatinan, dan permasalahan harapan-harapan aspirasi dan pengalaman masyarakat. Diangkat dan dikomfromasikan untuk dicari titik temunya dengan ciri moral dan cita religius keagamaan dalam syari’ah yang dimediasi oleh kecakapan intelektual dan ijtihad yang mufti.

BAB XVII
FATWA,PURIFIKASI, DAN DINAMISASI
(Studi Tentang Tarjiah Muhammadiyah)
Fatwa dalam konteks Islam adalah suatu upaya inteprestasi nama-nama hukum agama dalam merespons sebagai masalah yanga dihadapi oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Fatwa merupakan titik temu dan realitas masyarakat. Lebih dari itu, merefleksikan ketegangan kreatif antara ideal normatife Islam dan kenyataan riil masyarakat.
Istilah “tarjih” dalam Muhammadiayah mengalami perkembangan makna dalam perjalan perserikatan. Makna asli istilah dalam ilmu Ushul Fiqh, “tarjih” diartikan sebagia usaha melakukan evaluasi dan pengajian terhadap berbagai pendapat para fuqaha yang ada mengenai suatu masalah untuk dipilih yang dianggap lebih dekat kepada sumber-sumber orisinal syari’ah. Ada 3 macam produk tarjih dalam lingkungan Muhammadiyah yaitu:
1.      Putusan tarjih
2.      Fatwa  majelis tarjih
3.      Wacana tarjih.













Tidak ada komentar:

Posting Komentar